Ceritanya... teman saya ini (masih kuliah, berumur kurleb 21 tahun) mau pinjam uang. Ya saya pinjami. Jumlahnya pun saya tidak ingat lagi. Oh, iya, teman ini saya anggap adik, yang kebetulan punya kelebihan dibanding saya. Terus beberapa lama kemudian ia ingin meminjam uang lagi. Dan saya pinjami lagi. Juga lagi2 saya tidak ingat jumlahnya berapa.
Lama2 kemudian ia ingin meminjam lagi, dan nominalnya kali ini terasa lumayan besar bagi saya. Saya tidak enak menjawab 'tidak' di SMS, karena saya banyak minta tolong juga padanya. Tetapi untuk menjawab 'iya' pun keuangan saya juga tidak memungkinkan. Banyak keperluan saya, dimana jika ada orang lain yang meminjam dalam jumlah sekian, bagi saya rasanya terus terang cukup mengganggu likuiditas saya. Maka saya acuhkan saya SMS itu. Gimana sih rasanya, jawab 'tidak' rasanya nggak enak, sedangkan bilang 'ya' rasanya lebih nggak enak lagi.
Mama saya heran, kenapa teman ini bolak balik minjam, sebab setahunya orang tuanya cukup berada. Bertanyalah ia kepada seseorang. Dan melalui beberapa tahapan akhirnya semua ini diputuskan diberitahu kepada ibu yang bersangkutan. Saya sendiri nda masalah dengan jumlah uang yang telah dipinjamkan teman ini, totalnya berapa pun saya sudah lupa, juga kapan saja saya transfer. Bagi saya, anggaplah itu bantuan untuk teman, saya nda permasalahkan apakah akan dikembalikan atau tidak, apalagi terpikir untuk menagih, tidak sama sekali. Ikhlas seikhlas2nya.
Yang mengejutkan, minggu lalu saya ditelepon oleh ibu teman saya ini. Dengan suara yang terdengar seperti menahan tangis, si ibu ingin mengembalikan semua uang yang telah dipinjam si anak dari saya, kakak saya dan adik saya. Sang ibu menanyakan nomor rekening saya, dan berulang kali menyatakan sangat malu atas perbuatan anaknya yang menurutnya telah menyusahkan kami.
Saya bingung menghadapinya, karena ibu itu terdengar sangat terpukul, malu dan bingung. Kebetulan sinyal di ruangan saya di kantor nda begitu bagus, suaranya terdengar terbata2. Saya katakan (dengan nada bingung) bahwa hal itu tidak menjadi masalah bagi saya. Terus terang saya bingung menghadapinya.
Akhirnya saya katakan bahwa silakan menghubungi saja mama saya (karena ibu ini berkali2 minta maaf, jengah lho rasanya). Si ibu bertanya, saya ada dimana. Saya bilang saya lagi ada di kantor. Langsung si ibu meminta maaf bertubi2 terbata2 dan menutup teleponnya tanpa sempat saya bilang apa2 lagi.
CATAT: Saya merasa berkata biasa saja, tidak ada nada kesal, marah atau apa, apalagi dengan nada nggak sopan. Juga saya tidak merasa berkata2 apapun yang merendahkan. Hanya bingung saja mau berbuat apa. Karena hal ini akan berhubungan dengan paragraf berikutnya.
Dan yang terakhir ini bikin saya CUKUP KEKI. Seseorang yang MERASA wali dari si anak ini menelepon mama saya, bertanya seperti menginterogasi. Karena dengan pertemuan dengan si anak dan ibunya, dia mendapati fakta bahwa anak ini juga telah meminjam ke beberapa orang selain ke kakak dan adik saya. Dan KATANYA NIH YA... saya telah berkata SECARA TIDAK SOPAN KEPADA IBU SI TEMAN INI sampai ibu tersebut menangis. Ya saya mana tau!
Saya juga bingung, bicara dengan orang yang sambil menangis kepada saya, padahal bagi saya semua itu tidak menjadi masalah. Saya berusaha bicara sebaik2nya, tapi ada seseorang yang tidak tau apa2 tentang masalah ini langsung mengambil kesimpulan bahwa saya telah berkata tidak sopan kepada ibu si teman.
Dan yang lebih keki lagi, dia pake ungkit2 nama orang lain yang tidak ada hubungannya dengan masalah ini, yang kalo dihubungkan dengan mama saya, as if (seolah2) mama saya telah gagal mendidik anak2nya (karena KATANYA saya telah berkata2 tidak sopan kepada anak asuhnya). Juga mengakunya, chatting facebook saya dengan si teman pun diungkit pula, dimana hal itu tidak ada hubungannya. BENER2 KETERLALUAN!
Saya jadi malas berhubungan dengan si teman. Alih2 meluruskan masalah ke ibunya bahwa saya memang telah membantunya, dan juga menjelaskan kepada walinya kejadian yang sebenarnya, malah beliau (yang saya pantau sejauh ini) diam saja tidak bergeming. Saya malas berkata seperti ini, tapi bukankah saya telah membantunya dengan ikhlas? Tanpa mengharap dikembalikan.
Perkara saya tidak punya uang untuk dipinjami, memang demikian adanya. Saya juga punya banyak keperluan lainnya. Saya bukan orang yang berkecukupan sekali untuk bisa terus2an dipinjami. Bahkan sebenarnya saya perlu pinjaman juga tapi selama saya masih bisa berjuang sendiri, akan saya usahakan.
Hanya Tuhan yang tahu yang sebenarnya. Sejauh ini saya merasa saya masih bisa untuk tidak mengungkit2 hal tersebut. Tapi rasanya susah juga, secara saya merasa telah disudutkan (dalam posisi saya sebagai pemberi pinjaman, nilai saja sendiri bagaimana!). Yang minjami (baca: ngasih pertolongan) kok malah dihakimi. Disebut2 macam2lah, apalagi sama si orang sok tau, yang dengan entengnya bilang saya nggak sopan ngomongnya. Saya pengen tau, sungguh, apakah nanti anak2nya bisa sukses lebih dari kami? Serius! Yang saya tau malah, selalu berbuat baik pun cobaannya banyak, apalagi kalo bermulut tajam dan suka berkata tidak benar.
Memang paling bingung ya mba kalo temen pinjem uang. Dikasih pinjem sekali dua kali sih oke, tapi kalo terus-terusan rasanya kok malah jadi kaya kita yg punya utang buat ngutangin dia :p
BalasHapusHehehe... ya saya juga sering minta tolong ke teman ini sih sebenernya, bukan dalam hal materi jelasnya.. but no problem misalnya dia bilang ngga sanggup, I'll understand. Nah ini, malah ada orang lain yg ga ada hubungannya yg ngacak2, ngomong sembarangan. Yah, dunia memang penuh dengan hal2 yang nggak masuk akal kadang2. Sabar sajalah, sing waras sabar :P
BalasHapusini teman dah kenal lama ya sist????
BalasHapuskoq ampe berani pinjem uang bolak balik gitu????
Ya adalah 5 tahunan, sejak dianya masih SMP n juga kenal dengan keluarganya.
BalasHapus