Sabtu, 17 April 2010

Lagi kesel

Aku capek dan bosan dengan keadaan begini terus. Ingin rasanya segera menyelesaikan kuliah supaya bisa menabung untuk beli mobil (dulu), untuk operasionalku dan Luna. Benar2 operasional kami. Jadi nggak perlu pinjam kesana-kesana kalau perlu pakai kendaraan.

Sudah ditawarkan oleh bapakku untuk menggunakan mobilnya kalau ke sana, tapi aku nggak mau. Lebih baik punya sendiri, biar butut dan kuno, yang penting hasil keringat sendiri. Nggak tergantung kamu yang sering pinjam2 mobil kakak, yang membuat aku merasa utang budi. Saudara sih saudara, tapi tetep aja namanya pinjam kan. Nggak independen. Jadi aku bisa lebih tegas bersikap, kamu itu lebih senang menemani anak atau mengantar keponakan??

Aku nggak ada masalah apa2 sama kakak2 kamu. Tapi jujur aja aku nggak senang kalau kamu sering dimintai tolong mereka, sedangkan kamu sendiri jarang bersama kami. Bukannya mengingatkanmu untuk lebih perhatian sama keluarganya (kami), malah mereka tergantung sama kamu untuk banyak keperluan yang bikin kamu seolah gak bisa kemana2. Boro2 menemani kami.

Padahal kami ini keluargamu, walaupun aku pendatang baru dalam hidupmu, tapi kamilah penyokong hidupmu kelak. Apa kamu kira saudara2mu akan terus2an bersamamu setiap saat kalau kamu sakit dll. Nggak kan. Karena mereka udah punya keluarga sendiri dan urusannya masing2.

Di masa mendatang orang tua kita juga pasti akan berangkat duluan, jadi kamilah tumpuanmu kalau mengalami kesulitan. Karena kita adalah keluarga intimu, yang kamu bentuk sendiri. Orang tua dan saudaramu, juga dari pihakku sudah menjadi keluarga besar. Dan, suka tidak suka, mau tidak mau, kamu harus prioritaskan kehidupanmu untuk kami dan begitu pula hidupku untukmu.

Kita patut berbakti pada orang tua, tetapi bukan berarti orang tua dan saudara berhak mengambil seluruh hidupmu. Kamu ingin aku sering2 ke sana, kamu sendiri hampir gak pernah nginep di sini kecuali kalau aku minta karena Luna sakit. Asal tau aja ya, ini adalah kebetulan yang hampir selalu kutemui kalau aku menginap di rumahmu lebih dari 2 hari, sepulang dari sana pasti Luna berubah, menjadi kurus, sakit, rewel, dan sejenisnya. Aku nggak mau percaya ini tapi makin kuperhatikan ternyata memang begitu.

Sebenernya aku malu, seolah2 tidak sanggup mengurus anak sendiri. Tapi kenapa kejadiannya tidak sama jika aku cuti seminggu di rumah sini mengurus Luna tiap hari, Luna tetap seperti biasanya, tidak menjadi kurus, gembira, makannya banyak walau susah. Aku memang tahu sebabnya, yaitu aku nggak pernah gembira di sana. Dan penyebabnya lagi, karena aku merasa nggak punya privasi di sana. Di rumah rame2 dengan banyak gangguan gitu mana aku betah.

Kamu gak berhak atur2 aku supaya betah di sana, kamu nggak pernah nginep di sini aja aku nggak pernah komplain walaupun aku sangat nggak suka tindakanmu. Kemarin aku lihat transferan ke rekening kakakmu. Aku tahu itu pinjaman dan nantinya dikembalikan. Tapi aku nggak suka. Biarpun itu uangmu, kamu yg cari, tapi aku berhak tau tentang itu. Kamu kan udah janji kepada leluhurku waktu menikah dahulu bahwa aku adalah tanggunganmu.

Asal tau saja ya, sampai sekarang kebutuhan pribadiku murni berasal dari nafkahku sendiri. Aku nggak pernah minta2 kamu. Aku maunya kamu sadar dari dirimu sendiri bahwa kamu berkewajiban memberiku nafkah, walaupun aku gak minta. Semua yang kamu beri aku gunakan untuk keperluan Luna, termasuk kugunakan untuk tabungan sekolahnya kelak.

Kalau kamu cuma bisa menyisihkan sejumlah nilai untuk keperluan pendidikan Luna, yang aku tabungkan untuk dia 3x lipat dari yang kamu sisihkan, walaupun itu semua berasal dari pemberianmu juga. Bahkan waktu mamaku meminta adikku memberiku uang saku bulanan buat nambah2in pemasukan, aku menolak. Aku merasa masih mampu untuk menghidupi diriku sendiri walau aku masih numpang di sini, dan sedikit banyak masih ada bantuan dari orang tua. Tapi paling tidak aku berusaha membantu dengan membayar listrik, telepon, jasa ART.

Karena kuasa ISHW saja sejauh ini aku masih bisa menghidupi diriku sendiri, termasuk membayar uang kuliah. Mudah2an aku terus diberi kekuatan olehNya untuk terus berusaha.

* Makanya... aku nggak akan pernah bisa jadi IRT murni, karena aku nggak mau tergantung sama orang lain. Aku bisa mencari nafkah sendiri aja masih diperlakukan begitu apalagi kalo aku tergantung 100% sama suami, mungkin malah dipandang sebelah mata.

6 komentar:

  1. sabar ya mit...
    aku ga tahu harus komentar apa
    tapi aku yakin kamu sanggup melewatinya demi keluarga dan terutama luna
    *hugs

    BalasHapus
  2. oh mbak ku,sabar yaa.. Mba wanita kuat,psti bs mlewatinya.. Smg apa yg mba cita2kn bs trwujud.aku ikud bntu doa aja. *salam kenal*

    BalasHapus
  3. sabar emg itu kunciny, meski g mudah, luna pst bangga pny mama yg kerja keras sptmu, percayalah kekuatan doa ya tha... Salam..

    BalasHapus
  4. jeng mithaaa *peluk*
    semangattttt demi luna.. *speechless*

    BalasHapus
  5. mom..gak semua IRT dipandang sebelah mata ama suaminya krn kita dianggap bergantung ama dia (suami)...pengalamanku justru..suami pasti makin sayang & cinta ama kita..makin menghargai keberadaan kita...karena kita bisa ngurus anak & rumah dgn baik...become supermom for all family..:)

    BalasHapus
  6. Kasus yg ini beda wid... hehehe, masa blm tau si nyomen gimana?

    BalasHapus