Banyak sekali tulisan mengenai ASI yang ingin gw tuangkan ke dalam blog, namun entah mengapa tidak satupun yang berhasil dijadikan tulisan yang enak dibaca, dan dipublikasikan di blog gw ini. Pdhal gw dah punya blog ini lebih dari setahun, sudah kelar kuliah yang artinya gak usah nyolong waktu kerjain tugas di sela2 kerjaan kantor.
Seperti udah ditulis di posting gw sebelumnya di sini, akhirnya gw merasakan menjadi ibu yang menyusui anak sendiri. Rasanya luar biasa sekali, karena kegagalan memberikan ASI pada anak pertama, Luna dulu. Bikin trauma dan nyesek. Dan sampai sekarang ternyata masihhhh saja ada yg ragu ttg kehebatan ASI. Kemakan iklan susu formula? Ups!
Gw gak anti susu formula ya. Luna adalah peminum susu formula. Karena susu formula di awal kehidupannya dia tumbuh besar sampai sekarang. Nanti dulu. Kenapa Luna jadi minum sufor instead of ASI? Dah banyak gw tulis kayaknya ya, jadi silakan ubek2 sendiri tulisan gw di blog ini. Hehehe. Yang jelas Luna minum sufor krn minimnya pengetahuan gw ttg menyusui. Bukan ttg kehebatan ASI, tapi ttg menyusui. Beda lho ya. Gw tau kehebatan ASI dan bertekad menyusuinya, namun setelah lahir dan menemui hambatan, gw stuck. Saat itu pikiran yg terlintas di kepala adalah gmn caranya supaya anak ini gak kelaperan. Ya gw kasihlah sufor itu.
Gw tau itu adalah keputusan yang sangat2 berat. Bahkan gw sampai menangis setelahnya. Merasa berdosa dan bersalah kenapa gw gak bisa ngASI, pdhal memberi ASI adalah cita2 gw. Sedih krn Luna akhirnya menjadi anak sufor, bkn anak ASI. Dan lbh sakit hati lg sama semua hal dan pihak yg menyebabkan gw memilih pilihan berat ini.
Ketika ilmu menyusui sudah gw pahami lebih lanjut saat hamil Indy, menyusui Indy pun gak dikatakan mudah walau juga gak susah. Lecet, payudara bengkak, itu salah satu hal di awal2 yg bikin gw merasa cukup punya 2 anak saja :p Mudah krn Indy langsung bisa latch on tanpa kesusahan. Dia pintar menyusu, dan berat badannya bertambah cukup signifikan di bulan2 pertama setelah lahir. Pokoknya jadi anak montok berisi hanya dengan ASI. Senangnya luar biasa, Indy bisa hidup selama 6 bulan hanya dengan minum ASI gw. Keajaiban.
Nah gw sangat ingin semua ibu yang sedang hamil memiliki semangat seperti ini. Perjuangan gw memberi ASI bukanlah hal yg mudah, karena lingkungan sekeliling gw belum terlalu mendukung ASI. Gw bukan anak ASI. Nyokap gw hanya memberi ASI dlm jangka waktu yang singkat. Kakak gw juga gak ngasih ASI ke anak2nya. Jadi gw jujur aja merasa jadi pihak minoritas di rumah *sedih*
Minoritas maksudnya adalah, perjuangan gw untuk memberi full ASI ini agak susah diterima. Banyak mitos yg harus gw hadapi. Dari mulai gak boleh makan pedas, dingin, mandi malam, macam2. Kemudian bayi gw harus diajarin minum pake dot supaya nanti gampang pas ditinggal kerja. Sampai anjuran ngasih empeng krn Indy maunya ngempeng payudara terus. Hal2 ini yg bikin gw sedih. Anggapan gw keras kepala dan terlalu ideal pun berkumandang.
Padahal demi supaya bisa memberi ASI gw bela2in melakukan semua kerepotan ini, kalo itu disebut merepotkan. ASI jelas2 lebih baik dari sufor. Sebelum menyerah memberi sufor, gw mau berusaha sekuat tenaga melakukan apapun asalkan anak gw mendapat haknya, makanan terbaik yang paling cocok untuknya.
Mungkin banyak orang bertanya2, apakah sufor itu racun sampe segitu haramnya memberi sufor ke bayi. Well, kalo mau jujur, pencernaan bayi memang cocoknya ya dapat makanan dari ibunya, yang khusus bayi manusia, yaitu ASI. Sudah cukup jelas bukan? ASI sudah dirancang oleh Tuhan untuk manusia, jelas saja, untuk mempertahankan hidupnya. Demikianlah yang terjadi bertahun2 sejak manusia prasejarah. Bayangkan saja bayi orok yang dikasih jus pepaya karena tidak mendapat ASI. Demikianlah analoginya. Lalu kenapa harus menyerah memberikan asupan lain yang tidak cocok untuk sistem pencernaan bayi yang masih rapuh itu. Usaha dulu dong.
Luna anak gw yang besar minum sufor swaktu bayi. Apa efeknya sampai sekarang? Dia kolik di awal2 masa hidupnya. Sampai sekarang daya tahan tubuhnya lebih rentan. Gw yakin karena ada pengaruh sufor. Apa sebab? Dalam sufor tidak ada zat antibodi tubuh. Sesederhana itu? Yes. Proteksi dasarnya tidak didapat. Walau setelah besar daya tahan tubuh bisa ditingkatkan, tetap saja terdapat beberapa resiko akibat mengkonsumsi sufor. Apalagi kalo terus dilanjutkan sampai diatas 1 tahun dimana susu pertumbuhan itu sudah ditambahkan macam2 rasa seperti coklat, vanila, madu.
Gw hanya memimpikan dunia dimana semua bayi mendapatkan haknya, semua ibu bisa menyusui anak2nya sampai tiba masa mereka disapih. Produsen susu tentu saja tetap bisa hidup, tapi tidak menciptakan produk yang melawan kodrat manusia. Sufor tetap diperlukan, fungsinya seperti obat, hanya bisa dikonsumsi jika ada kondisi tertentu yang sesuai dalam Kode WHO. Toh susu bisa dikonsumsi sebagai keju, yoghurt, puding, dan lain2.
Dan terutama lagi, gak ada lagi ibu2 bernasib sama kayak kebanyakan ibu2 saat ini di Indonesia, yang harus mencari tempat khusus untuk menyusui karena tidak disediakan di ruang publik (note: sejak jadi busui, selama memerah ASI, kantor tidak ada ruang menyusui, dan tiap tugas luar di hotel, ada 8 hotel yang gw kunjungi yang semuanya TIDAK PUNYA ruangan khusus untuk ibu menyusui), dan terutama tidak lagi menghadapi mitos2 tentang menyusui yang berkembang di masyarakat dan keluarga dekat yang heran karena ada bayi tidak diberi sufor...
Karena itulah...gw menandatangani petisi menentang Daffodil Study. Apapun yang dikatakan ttg riset tersebut, ketika mengetahui bahwa para responden bayi dibawah 6 bulan akan diberi sufor dari suatu produsen sufor tertentu demi keperluan riset...maka gw bisa menyimpulkan bahwa hal tersebut jelas2 adalah suatu keserakahan produsen...tidak salah lagi, apapun alasannya.
Kamis, 13 Desember 2012
Minggu, 07 Oktober 2012
Sampai kapan hal ini terjadi???
Kamis 4 Oktober 2012 merupakan hari yang gak akan terlupakan bagi gw. Hari itu Indy mulai mogok menyusu secara mendadak. Malam sebelumnya dia mulai menolak, gw mencoba menyusuinya, tapi dia terus menangis. Nyokap gw menyimpulkan dia lapar, kemudian disuapi bubur, setelah itu dia tertidur.
Semalaman dia tidak menyusu sama sekali. Gw masih gak menyangka bahwa dia mogok menyusu. Hari itu kebetulan gw masih nggak masuk krn masih gak enak badan. Setelah mandi pagi dan sarapan, biasanya Indy mengantuk kemudian minta menyusu, seperti biasa kebiasaannya sebelum tidur. Namun saat gw mencoba menyusuinya dia memberontak dan mulai menangis keras menolak. Gw terpukul sekali. Seperti biasa ortu gw menggendongnya utk menenangkannya.
Indy memang tenang. Tapi gw yg mulai nggak tenang. Gak biasa2nya Indy tiba2 mogok menyusu. Biasanya bagi Indy empeng is the best, seheboh apapun menangis kalo gw jejelin empeng dia akan terdiam, dan menghisap dalam2 dengan nikmat, sambil matanya merem melek keenakan mulai tertidur atau kedep2 melihat ke arah gw, sekeliling, sambil mungkin berkata "Tiada benda lain yang seenak empeng Mama!"
Jumat 5 Oktober hal yang sama masih berlangsung. Gw mulai limbung. Gak tahan gw mulai sering menangis. Padahal masih ada Luna yang butuh perhatian gw. Gw sedih, kecewa, galau, gak semangat. Gw yg sedang gak enak badan gak mungkin istirahat doang memikirkan kemalangan ini walaupun ingin.
Sabtu 6 Oktober keadaan belum berubah. Indy masih menangis jika melihat gw membuka baju ingin menyodorkan empengnya. Dia mau digendong gw, tetapi jika posisinya seperti ingin disusui, dia segera menangis. Gw makin merasa teraniaya, terbuang dan merasa tidak dibutuhkan. Sakiiiiitt sekali rasanya. Gw mulai membaca2 Gayatri Mantram, membisikkan ke telinga Indy bahwa gw ingin dia mau menyusu ke gw lagi. Gw mencari2 bahan bacaan tentang hal ini. Akhirnya menemukan 2 cerita yang cukup membesarkan hati gw, tentang anak yg mengalami breast refusal di usia sekitar 1 tahun namun akhirnya kemudian mau menyusu kembali. Harapan gw mulai pulih...
Minggu 7 Oktober Indy masih mogok menyusu. Sejak dia mengalami breast refusal ini, dalam sehari hampir 4x gw mulai memompa ASI supaya produksi terus terjaga. Sehari dapat 2-3 botol, lumayanlah. Dukungan dalam menghadapi ini bukan main minimnya. Nyokap gw berkata bhw mestinya gw bersyukur Indy mau menyapih dirinya sendiri daripada nanti susah menyapihnya. Gw dg keras kepala tidak mau mengakui bahwa Indy menyapih dirinya sendiri, walaupun dia mogok menyusu. Dan banyak kata2 lain yang rasanya makin menghancurkan hati gw (ASI sudah nggak bagus, gizinya kurang, mesti ditambah susu sambung, dll) padahal memberi ASI kepada Indy selama 2 tahun sudah gw canangkan sejak gw hamil.
Senin 8 Oktober belum ada perubahan berarti. Indy masih batuk grok-grok dan masih menangis tiap gw sodorkan payudara. Gw bener2 hancur mental...gw mulai sering menangis, dan untuk pertama kalinya gw mulai curhat ke papanya anak2 (sejak 5 bulan lalu gw berusaha keliatan tegar di mata dia). Tidak banyak kalimat penghiburan yg dikatakan, selain bahwa gw harus menghargai keinginan anak2 apapun itu dan tidak memaksakan kehendak. Mungkin Indy memang sedang tidak ingin menyusu dulu. Gw makin nangis dengernya. Gw sama sekali nggak siap kalo Indy menyapih dini. Gw masih ingin menikmati momen2 menakjubkan berduaan ketika menyusui dia. Sebut gw lebay krn cuma gara2 ditolak nenen aja gw bisa demikian hancur. Tapi demikianlah yg gw rasakan sekarang. Saat ini gw gak tau harus berbuat apalagi supaya Indy kembali mau menyusu, selain berdoa dan berharap mukjizat Tuhan...
Semalaman dia tidak menyusu sama sekali. Gw masih gak menyangka bahwa dia mogok menyusu. Hari itu kebetulan gw masih nggak masuk krn masih gak enak badan. Setelah mandi pagi dan sarapan, biasanya Indy mengantuk kemudian minta menyusu, seperti biasa kebiasaannya sebelum tidur. Namun saat gw mencoba menyusuinya dia memberontak dan mulai menangis keras menolak. Gw terpukul sekali. Seperti biasa ortu gw menggendongnya utk menenangkannya.
Indy memang tenang. Tapi gw yg mulai nggak tenang. Gak biasa2nya Indy tiba2 mogok menyusu. Biasanya bagi Indy empeng is the best, seheboh apapun menangis kalo gw jejelin empeng dia akan terdiam, dan menghisap dalam2 dengan nikmat, sambil matanya merem melek keenakan mulai tertidur atau kedep2 melihat ke arah gw, sekeliling, sambil mungkin berkata "Tiada benda lain yang seenak empeng Mama!"
Jumat 5 Oktober hal yang sama masih berlangsung. Gw mulai limbung. Gak tahan gw mulai sering menangis. Padahal masih ada Luna yang butuh perhatian gw. Gw sedih, kecewa, galau, gak semangat. Gw yg sedang gak enak badan gak mungkin istirahat doang memikirkan kemalangan ini walaupun ingin.
Sabtu 6 Oktober keadaan belum berubah. Indy masih menangis jika melihat gw membuka baju ingin menyodorkan empengnya. Dia mau digendong gw, tetapi jika posisinya seperti ingin disusui, dia segera menangis. Gw makin merasa teraniaya, terbuang dan merasa tidak dibutuhkan. Sakiiiiitt sekali rasanya. Gw mulai membaca2 Gayatri Mantram, membisikkan ke telinga Indy bahwa gw ingin dia mau menyusu ke gw lagi. Gw mencari2 bahan bacaan tentang hal ini. Akhirnya menemukan 2 cerita yang cukup membesarkan hati gw, tentang anak yg mengalami breast refusal di usia sekitar 1 tahun namun akhirnya kemudian mau menyusu kembali. Harapan gw mulai pulih...
Minggu 7 Oktober Indy masih mogok menyusu. Sejak dia mengalami breast refusal ini, dalam sehari hampir 4x gw mulai memompa ASI supaya produksi terus terjaga. Sehari dapat 2-3 botol, lumayanlah. Dukungan dalam menghadapi ini bukan main minimnya. Nyokap gw berkata bhw mestinya gw bersyukur Indy mau menyapih dirinya sendiri daripada nanti susah menyapihnya. Gw dg keras kepala tidak mau mengakui bahwa Indy menyapih dirinya sendiri, walaupun dia mogok menyusu. Dan banyak kata2 lain yang rasanya makin menghancurkan hati gw (ASI sudah nggak bagus, gizinya kurang, mesti ditambah susu sambung, dll) padahal memberi ASI kepada Indy selama 2 tahun sudah gw canangkan sejak gw hamil.
Senin 8 Oktober belum ada perubahan berarti. Indy masih batuk grok-grok dan masih menangis tiap gw sodorkan payudara. Gw bener2 hancur mental...gw mulai sering menangis, dan untuk pertama kalinya gw mulai curhat ke papanya anak2 (sejak 5 bulan lalu gw berusaha keliatan tegar di mata dia). Tidak banyak kalimat penghiburan yg dikatakan, selain bahwa gw harus menghargai keinginan anak2 apapun itu dan tidak memaksakan kehendak. Mungkin Indy memang sedang tidak ingin menyusu dulu. Gw makin nangis dengernya. Gw sama sekali nggak siap kalo Indy menyapih dini. Gw masih ingin menikmati momen2 menakjubkan berduaan ketika menyusui dia. Sebut gw lebay krn cuma gara2 ditolak nenen aja gw bisa demikian hancur. Tapi demikianlah yg gw rasakan sekarang. Saat ini gw gak tau harus berbuat apalagi supaya Indy kembali mau menyusu, selain berdoa dan berharap mukjizat Tuhan...
Senin, 30 Januari 2012
Cerita singkat ~ Perkenalan
Perkenalan diriku ini, yang mempunyai panggilan singkat Tha (karena mayoritas semua memanggil gw dengan sebutan Tha).
Seorang Mama dengan 3 anak yang semuanya perempuan, bekerja sebagai abdi negara di instansi pemerintah yang kantornya di seberang Monas.
Doyan makan makanan enak, benci duren, timun, tauge (gw nyebutnya kecambah), tapi badan gak pernah gemuk sampai punya anak.
Anak tengah, diapit kakak perempuan dan adik laki2 yg badannya sudah jelas pasti lebih besar dan tinggi dariku sehingga lebih sering dianggap kakak gw!
Mempunyai darah Bali dari bapak dan Jawa dari mama, tapi nggak bisa berbahasa Bali sama sekali! Dan punya suami yang juga orang Bali totok aseli yang herannya juga tidak bisa berbicara bahasa Bali!
Inilah cerita2 gw yg ingin gw ungkapkan, tentang apa saja, tentang anakku, hidupku, pekerjaanku, keluargaku, cita2ku, galauku, dan lain-lain.
Inilah cerita Tha Nyoco, Tha nya Nyoco, Nyoco nya Tha (Nyoco itu nama panggilan sayang suamiku sejak masih pacaran).
Kamis, 12 Januari 2012
Keuangan Keluarga dan Dana Pendidikan
Sebenernya tergolong telat, krn gw baru aware dg keuangan keluarga setelah 4 tahun married. Hahaha, bayangkan! Kemane aje loe selama ini?!! Berkeluarga dg gaya koboi kayak gw (kamu disana, aku disini) memang menjadikan kami berdua, sampai saat ini, gak tau penghasilan masing2, pengeluaran masing2. Ah gile lo, kok bisa? Nah itu dia, gw juga bingung, kok bisa ya?
Sebelum menikah, kami berdua mendiskusikan bbrp hal yg akan menjadi konsekuensi pernikahan. Dan kesepakatan kami antara lain, gw tetap bisa bekerja tp posisi gw adalah komplementer, dalam artian bukan berarti penghasilan gw hak gw doang tapi bisa berpengaruh thdp kebutuhan keluarga kecil kami. Walau demikian suami akan sebisa mungkin memenuhi kebutuhan gw dan anak2 kami kelak. Dan pengelolaan penghasilan diserahkan masing2, dalam artian gw ngelola penghasilan gw sendiri, suami juga demikian.
Waktu masih serumah, praktis semua pengeluaran selama berjalan sama suami adalah pengeluaran dia. Gw cuma keluar duit klo gw lagi jalan sendiri, misal pulang kantor mampir belanja, nah itu gw yg bayar. Demikian juga ongkos dan makan gw di kantor, berasal dari gaji gw. Suami gak kasih gw semacam uang pegangan utk operasional. Kami berdua masing2 punya tanggung jawab lain juga, seperti gw yg membayar pengeluaran rutin rumah ortu utk bayar listrik dan telpon, demikian juga suami.
Semua berjalan sampai akhirnya lahir anak pertama, Luna. Biaya kontrol kandungan dan melahirkan jelas tanggungan suami dong, secara dia dapat ganti dari kantornya. Demikian juga biaya imunisasi. Karena gw stay di rumah ortu gw dan suami stay di rumah ortunya, sedangkan Luna adalah peminum sufor, tentu ada biaya yang LUMAYAN BANYAK harus dikeluarkan setiap bulan. 3 bulan magabut (kan cuti hamil, jadi cuma dapet gaji thok dong, tunjangan kagak bo, wkt itu sistemnya kalo cuti nggak dapat tunjangan) gaji gw lumayan terkuras beli perkakas bayi macam diapers dll (untungnya Luna pake popok jadi pake diapers klo lg diajak keluar aja). Karena masa2 ini hubungan gw masih panas2nya (bukan panas arti sensual ya :P tapi lg "Siaga I" atau "Awas" klo ikutin status gunung berapi) gw gak minta duit sama suami. Gengsi ceritanya! Tapi kobol2 juga lama2. Dan akhirnya memang suami memberikan salah 1 kartu ATMnya utk gw bawa, yang sejak itu diperuntukkan utk biaya operasional gw dan Luna. Jadi tiap bulan abis gajian dia transfer sejumlah sekian utk kebutuhan Luna (dan gue). Nah baru deh keuangan gw longgar kembali, gak sesek napas.
Berada dalam kondisi yang tidak menentu membuat gw berpikiran, bahwa apapun yang terjadi gw tidak boleh 100% tergantung siapapun, gw harus siap mental dan finansial klo sesuatu yg terburuk terjadi (waktu itu hubungan kami cukup buruk utk ukuran suami istri), dan terutama gw harus bisa survive, selain utk diri sendiri juga utk anak gw in case terjadi hal yg tidak diinginkan (oh yeah, gw pun merasakan hal ini dan bisa mengerti dan memahami mengapa artis2 itu gampang sekali bercerai, stlh gw merasakan momen2 dimana kami berdua bener2 tidak bisa memahami satu sama lain, pdhal dah jalan bareng 6,5 tahun lamanya).
Nasihat nyokap gw di sini adalah: gak boleh boros sama duit! Maka gw pun mencari cara gimana supaya kelak gw bisa menyekolahkan anak gw, gimana dg duit yg ditransfer rutin sama suami itu gak lenyap begitu aja tp bisa gw sisihkan untuk dana pendidikannya kelak. Kalo utk kebutuhan hidup sih gw masih bisa penuhi.
Karena gw gak punya bayangan sama sekali ttg pengelolaan duit ini, secara sederhana gw hanya ikut tabungan rencana dari bank plat merah terbesar setelah gw dilamar dg jumlah setoran bulanan 200rb. Ketika jatuh tempo (gw ikut thn 2007 dg jatuh tempo 2 tahun) gw perpanjang lagi sampai tahun 2014 dg jumlah setoran tetap, sesuai dengan perkiraan umur Luna masuk SD (6 tahun). Gw percaya klo cuma nabung doang gak bakalan kekejar dana pendidikan Luna krn ada inflasi dsb. Maka gw pun tertarik dg asuransi pendidikan.
Waktu itu gw sama sekali gak tau produk2 utk perencanaan dana pendidikan. Yg sering gw denger adalah asuransi pendidikan. Tp cara kerjanya kayak apa juga gw gak tau. Kebetulan teman akrab orangtua kami adalah agen asuransi cap kuning. Dia menawarkan produk asuransi investasi (yg kemudian gw tau namanya unitlink). Krn gw ga tau spesifik produknya, gw iya2in aja, gw percaya sepenuhnya. Walau gw agak bingung, soale setau gw asuransi pendidikan itu biasanya di ilustrasi ada gambarannya klo umur anak 4 thn dapat berapa, 6 thn dpt berapa, 12 thn, 15 thn, 18 thn.
Singkat kata akhirnya polis gw keluar, bulan Januari 2009, tertanggung adalah gw dg ahli waris Luna. Uang Pertanggungan 100jt, premi 400rb per bulan, masa pembayaran selama 10thn. Dilengkapi dengan rider kesehatan dan waiver. Wah, gw ga tau deh istilah2nya saat itu, yg gw minta cuma spy klo masuk RS bisa klaim ganti biaya. Karena pikir gw, biasanya anak kecil kan pasti sering sakit2, siapa tau aja harus masuk RS.
Di saat bersamaan, temen atasan gw di kantor juga prospek gw utk ikutan asuransi pendidikan dari perusahaan warna hijau. Gw liat di ilustrasinya, tnyata yg seperti itu yg (tadinya) gw inginkan, bener2 asuransi pendidikan. Jadi di umur2 masuk tingkatan sekolah kita mendapatkan dana sekian. Asuransi itu sama juga jenisnya, unitlink, menggabungkan asurans dan investasi. Setelah revisi premi karena gw hny sanggup 4jt per tahun, maka dibuatlah ilustrasi, sampai akhirnya gw setuju dan polis dibuat. Saat itu Maret 2009. Jadi gw memiliki 2 polis unitlink. Tertanggung gw, UP 15jt, premi 4jt15rb per tahun yg dibayar semesteran, ridernya ADDB. Di polis sih gw liat masa pembayaran terus menerus... Gw pikir, ya sudahlah ntar kan bisa nego lagi spy masa bayarnya cukup 10 tahun aja.
Untuk kedua produk diatas, gw sama sekali gak ikut menentukan akan dimasukkan kemana saja dana investasinya. Unitlink cap kuning 50% saham 50% dana berimbang, unitlink hijau 100% saham. Ini yg menentukan para agen, gw sama sekali gak tau apa itu masuk ke saham apa itu dana berimbang. Sekilas aja gw pelajari polisnya, tp gw tetep gak tau maknanya apa (gw baca polisnya sampai habis lho).
Jadi total gw memiliki 2 polis unitlink, 1 tabungan rencana, deposito berjangka dan tabungan biasa. Dalam hati gw berpikir, setiap melihat gambaran ilustrasi di polis2 itu, wah enak banget ya cuma bayar sekian di masa depan duit kita bisa berkembang jadi sekian ratus juta. Gw pun sempat berpikir utk diversifikasi aset dg membuat unitlink lagi di bank pemerintah. Namun akhirnya gw batalin rencana itu krn gw mikir gimana bayar preminya ntar.
Sebelum menikah, kami berdua mendiskusikan bbrp hal yg akan menjadi konsekuensi pernikahan. Dan kesepakatan kami antara lain, gw tetap bisa bekerja tp posisi gw adalah komplementer, dalam artian bukan berarti penghasilan gw hak gw doang tapi bisa berpengaruh thdp kebutuhan keluarga kecil kami. Walau demikian suami akan sebisa mungkin memenuhi kebutuhan gw dan anak2 kami kelak. Dan pengelolaan penghasilan diserahkan masing2, dalam artian gw ngelola penghasilan gw sendiri, suami juga demikian.
Waktu masih serumah, praktis semua pengeluaran selama berjalan sama suami adalah pengeluaran dia. Gw cuma keluar duit klo gw lagi jalan sendiri, misal pulang kantor mampir belanja, nah itu gw yg bayar. Demikian juga ongkos dan makan gw di kantor, berasal dari gaji gw. Suami gak kasih gw semacam uang pegangan utk operasional. Kami berdua masing2 punya tanggung jawab lain juga, seperti gw yg membayar pengeluaran rutin rumah ortu utk bayar listrik dan telpon, demikian juga suami.
Semua berjalan sampai akhirnya lahir anak pertama, Luna. Biaya kontrol kandungan dan melahirkan jelas tanggungan suami dong, secara dia dapat ganti dari kantornya. Demikian juga biaya imunisasi. Karena gw stay di rumah ortu gw dan suami stay di rumah ortunya, sedangkan Luna adalah peminum sufor, tentu ada biaya yang LUMAYAN BANYAK harus dikeluarkan setiap bulan. 3 bulan magabut (kan cuti hamil, jadi cuma dapet gaji thok dong, tunjangan kagak bo, wkt itu sistemnya kalo cuti nggak dapat tunjangan) gaji gw lumayan terkuras beli perkakas bayi macam diapers dll (untungnya Luna pake popok jadi pake diapers klo lg diajak keluar aja). Karena masa2 ini hubungan gw masih panas2nya (bukan panas arti sensual ya :P tapi lg "Siaga I" atau "Awas" klo ikutin status gunung berapi) gw gak minta duit sama suami. Gengsi ceritanya! Tapi kobol2 juga lama2. Dan akhirnya memang suami memberikan salah 1 kartu ATMnya utk gw bawa, yang sejak itu diperuntukkan utk biaya operasional gw dan Luna. Jadi tiap bulan abis gajian dia transfer sejumlah sekian utk kebutuhan Luna (dan gue). Nah baru deh keuangan gw longgar kembali, gak sesek napas.
Berada dalam kondisi yang tidak menentu membuat gw berpikiran, bahwa apapun yang terjadi gw tidak boleh 100% tergantung siapapun, gw harus siap mental dan finansial klo sesuatu yg terburuk terjadi (waktu itu hubungan kami cukup buruk utk ukuran suami istri), dan terutama gw harus bisa survive, selain utk diri sendiri juga utk anak gw in case terjadi hal yg tidak diinginkan (oh yeah, gw pun merasakan hal ini dan bisa mengerti dan memahami mengapa artis2 itu gampang sekali bercerai, stlh gw merasakan momen2 dimana kami berdua bener2 tidak bisa memahami satu sama lain, pdhal dah jalan bareng 6,5 tahun lamanya).
Nasihat nyokap gw di sini adalah: gak boleh boros sama duit! Maka gw pun mencari cara gimana supaya kelak gw bisa menyekolahkan anak gw, gimana dg duit yg ditransfer rutin sama suami itu gak lenyap begitu aja tp bisa gw sisihkan untuk dana pendidikannya kelak. Kalo utk kebutuhan hidup sih gw masih bisa penuhi.
Karena gw gak punya bayangan sama sekali ttg pengelolaan duit ini, secara sederhana gw hanya ikut tabungan rencana dari bank plat merah terbesar setelah gw dilamar dg jumlah setoran bulanan 200rb. Ketika jatuh tempo (gw ikut thn 2007 dg jatuh tempo 2 tahun) gw perpanjang lagi sampai tahun 2014 dg jumlah setoran tetap, sesuai dengan perkiraan umur Luna masuk SD (6 tahun). Gw percaya klo cuma nabung doang gak bakalan kekejar dana pendidikan Luna krn ada inflasi dsb. Maka gw pun tertarik dg asuransi pendidikan.
Waktu itu gw sama sekali gak tau produk2 utk perencanaan dana pendidikan. Yg sering gw denger adalah asuransi pendidikan. Tp cara kerjanya kayak apa juga gw gak tau. Kebetulan teman akrab orangtua kami adalah agen asuransi cap kuning. Dia menawarkan produk asuransi investasi (yg kemudian gw tau namanya unitlink). Krn gw ga tau spesifik produknya, gw iya2in aja, gw percaya sepenuhnya. Walau gw agak bingung, soale setau gw asuransi pendidikan itu biasanya di ilustrasi ada gambarannya klo umur anak 4 thn dapat berapa, 6 thn dpt berapa, 12 thn, 15 thn, 18 thn.
Singkat kata akhirnya polis gw keluar, bulan Januari 2009, tertanggung adalah gw dg ahli waris Luna. Uang Pertanggungan 100jt, premi 400rb per bulan, masa pembayaran selama 10thn. Dilengkapi dengan rider kesehatan dan waiver. Wah, gw ga tau deh istilah2nya saat itu, yg gw minta cuma spy klo masuk RS bisa klaim ganti biaya. Karena pikir gw, biasanya anak kecil kan pasti sering sakit2, siapa tau aja harus masuk RS.
Di saat bersamaan, temen atasan gw di kantor juga prospek gw utk ikutan asuransi pendidikan dari perusahaan warna hijau. Gw liat di ilustrasinya, tnyata yg seperti itu yg (tadinya) gw inginkan, bener2 asuransi pendidikan. Jadi di umur2 masuk tingkatan sekolah kita mendapatkan dana sekian. Asuransi itu sama juga jenisnya, unitlink, menggabungkan asurans dan investasi. Setelah revisi premi karena gw hny sanggup 4jt per tahun, maka dibuatlah ilustrasi, sampai akhirnya gw setuju dan polis dibuat. Saat itu Maret 2009. Jadi gw memiliki 2 polis unitlink. Tertanggung gw, UP 15jt, premi 4jt15rb per tahun yg dibayar semesteran, ridernya ADDB. Di polis sih gw liat masa pembayaran terus menerus... Gw pikir, ya sudahlah ntar kan bisa nego lagi spy masa bayarnya cukup 10 tahun aja.
Untuk kedua produk diatas, gw sama sekali gak ikut menentukan akan dimasukkan kemana saja dana investasinya. Unitlink cap kuning 50% saham 50% dana berimbang, unitlink hijau 100% saham. Ini yg menentukan para agen, gw sama sekali gak tau apa itu masuk ke saham apa itu dana berimbang. Sekilas aja gw pelajari polisnya, tp gw tetep gak tau maknanya apa (gw baca polisnya sampai habis lho).
Jadi total gw memiliki 2 polis unitlink, 1 tabungan rencana, deposito berjangka dan tabungan biasa. Dalam hati gw berpikir, setiap melihat gambaran ilustrasi di polis2 itu, wah enak banget ya cuma bayar sekian di masa depan duit kita bisa berkembang jadi sekian ratus juta. Gw pun sempat berpikir utk diversifikasi aset dg membuat unitlink lagi di bank pemerintah. Namun akhirnya gw batalin rencana itu krn gw mikir gimana bayar preminya ntar.
Selasa, 10 Januari 2012
Pengalaman Menyusui (Part 2)
Lanjutan tulisan sebelumnya di sini, kali ini tentang proses menyusui Indira. Sewaktu tau hamil yg gak disangka-sangka, gw lebih intens mencari tentang bagaimana supaya perjalanan menyusui gw bisa lancar gak seperti Luna dulu. Sekali lagi, pengetahuan yg gw dapat dari AIMI sangat, sangat membantu gw, banyak, banyak sekali malah (thanks ibu2 AIMI, I owe u a lot!). Gw gak ikutan milisnya krn gw pemalas baca email yg segambreng2 di inbox email (jangankan email dr milis, email kerjaan aja sering gak gw buka :P). Gw follow twitter AIMI di @aimi_asi.
Eh taunya Januari 2011 gw hamil. HPHT 25 Desember 2010, sebulan setelahnya udah gak dapet lagi. Curiga sih hamil krn pas masa subur suami sempet kelepasan >.< (gw gak pake KB apapun selain hitungan kalender aja). Tepat di hari gw dilantik promosi jabatan, sehabis itu gw tes pake tespack n yes the result is positive!
Ya, gw mencari banyak sekali ilmu2 menyusui, dan bertekad harus bisa menyusui anak gw eksklusif dan at least bisa S2 (menurut istilahnya). Ketika Indy lahir, hanya IMD singkat (15 menit) yg dilakukan selama gw diobras. Gak sampai saat dia merangkak mencari puting. Malam pertama gak bisa rooming krn gw operasi jam setengah 2 siang, masuk kamar perawatan jam 7 malam, dimana gw gak bisa bergerak semalaman itu. Besok subuh sekitar jam 5 Indy diantar ke kamar untuk disusui. Gw coba menegakkan badan dan menyusui Indy. Luar biasa, Indy langsung bisa menemukan puting dan menghisap dg kuat. Rasanya luar biasa banget, krn gw sangat bahagia, berarti doa gw yg khusus gw panjatkan di sanggah keluarga wkt gw pulang ke Bali pas hamil 3 bulan dikabulkan.
Indy menghisap, hanya sebentar sih, tp dia bisa melekat, itu sdh cukup buat gw krn gw tau ASI gak seketika langsung banyak di hari2 pertama melahirkan, lambung bayi baru lahir sampai berumur 2 hari palingan hanya seukuran gundu kecil. Kebijakan RS juga mendukung ibu untuk menyusui bayinya. Krn Indy lgsg bisa latch on, maka gw gak usah dipijat seram oleh suster. Malam itu untuk pertama kalinya Indy tidur sekamar dengan kami, permintaan rooming-in dibolehkan (di RS rooming-in blm menjadi kewajiban, tapi masih optional). Jadilah selama gw di RS 3 hari, Indy tidur di kamar kami 2 hari.
Oh ya, gw sempet dijadikan contoh oleh suster kamar bayi wkt diberikan pelatihan menyusui untuk ibu2 krn gw rooming-in, sedangkan yg lainnya nggak, mungkin gak tau kalo bisa atau gak minta. Selain itu yg lain kebanyakan masih anak pertama, gw udah anak ke-2, dikira udah pengalaman kali ya, pdhal sih ini sama aja gw belajar lg kayak baru punya anak pertama.
Karena sering dihisap Indy, lama2 PD gw bengkak, krn dia belum banyak minum, sedangkan produksi ASI mulai membanyak. Rasanya, hadeuh...ampun dah. Berasa bawa batu klo gw males pompa, alhasil gw hrs disiplin pompa minimal tiap 6 jam, krn kalo lbh dr itu kudu dimassage dulu, sakit bo. Belum lagi puting akhirnya mulai lecet, yess...akhirnya gw ngalamin juga lecet puting.
Klo gw liat sih posisi udah tepat, tapi gw tanya2 juga temen2 gw yg pny pengalaman menyusui lebih baik dr gw, dan mnrt mereka rata2 awal menyusui emang puting bakal lecet, palingan sekitar 2 minggu baru sembuh. Yawn! Alhasil tiap menyusui Indy, gw meringis menahan sakit. Hal ini sama sekali gak nyaman, saking aja krn gw pengen anak gw minum ASI ya gw tahan2lah rasa sakit itu. Mudah2an Indy mengerti perjuangan mamanya ini..hehehe...
Memang karena pengalaman dahulu yg gak punya persiapan apa2 untuk bisa menyusui, kali ini gw dah siapkan perlengkapan menyusui segera setelah dah boleh belanja2 pas kandungan masuk 7 bulan. Hal pertama yg gw cari adalah pompa ASI, gw beli Medela Swing yg harganya naujubileh itu, krn gw ingin semuanya berjalan lancar sesuai kemauan. Investasi sih ya menurut gw, dulu wkt lahiran Luna gw ga punya pompa jadi merasakan bengkak2 PD pas di RS gak enak bgt, masa dikit2 pinjem pompa sih, kan gak bisa pompa malam hari klo bengkaknya malam.
Kali ini krn gw bawa pompa sendiri, jadi gw bisa pompa kapanpun gw perlu, gak ngandelin pinjaman RS juga. Bagi gw harga mahal pompa gak seberapa dibanding khasiat ASI, investasinya seumur hidup. Kenapa gw pake Swing, krn elektrik dan suaranya gak berisik. Memang sih ktnya pompa pake tangan jauh lebih baik, but well...bisa brp lama wkt yg diperlukan kalo gw pompa pake tangan, palagi gw orgnya letoyan.
Hari ke 2 berat Indy turun, tadinya 3,3 kg jadi 3 kg, dan juga jaundice. Hati gw mencelos krn gw takuuut bgt klo Indy hrs ditambahi sufor, gw takut klo ASI gw gak cukup. Dem! Memang teorinya tidak, tp klo ngalamin sendiri tnyata gw pun berpikiran demikian! Jadi maklum deh sama ibu2 yg panik kuatir ASI kurang dan akhirnya setuju bayinya dikasih sufor. Untung RS tempat gw melahirkan gak begitu, kata dokter normal, besok dicek lagi. Ternyata besoknya berat Indy naik 1 ons jadi 3,1 kg dan bilirubinnya berkurang sedikit tp msh batas toleransi jd boleh pulang. Rasanya gw pengen nangis, brarti ASI gw cukup utk Indy, nyatanya beratnya naik.
Pesan dokter hanya susui lebih sering dan dijemur tiap pagi. Gw masih gak percaya krn gak menyangka ASI gw bisa menambah berat Indy. Sepulang dari RS total gw udah mengumpulkan 3 botol ASI @100cc, hasil perah selama 3 hari di RS. Sekali perah gw dapetin 30cc dari 2 PD, selama belum 24 jam gw satukan jadi 1 botol sampai nyampe 100cc. Selama mompa ini diiringi meringis krn PD lecet, blm ilang sakitnya Indy menyusu lg, gitu terus kiri kanan, sampe ngelupas kulit ujung putingnya T.T pernah hampir berdarah, tp semua gw tahan setahan2nya.
Ketika seminggu kemudian setelah pulang dari RS jadwal kontrol dokter pertama, ternyata berat Indy udah bertambah, masih 3.2kg, belum sampai berat lahirnya, tapi kata dokter gpp, setelah 2 minggu bayi akan mulai bertambah beratnya melebihi berat lahir. Dan memang terbukti demikian, pas gw kontrol dokter lagi utk buka perban, berat Indy udah 3.5kg. Gw seneng banget, berarti ASI gw cukup untuknya. Dan dokter kandungan pun gak meresepkan Molocco (waktu Luna dulu gw diresepkan Molocco wkt kontrol pertama). Kali ini 2x ke dokter kandungan gw selalu bawa Indy, jelas aja, kan dia minum langsung dari gentongnya! Hahaha!
Untuk mempertahankan produksi ASI gw mendisiplinkan diri utk memerah ASI 2x sehari. Gak bisa lebih dari itu. Bukan krn produksi kurang. Tp krn waktunya dah mepet bgt. Ini aja bener2 maksa spy bisa perah 2x sehari. Hari2 berlalu, dan selama 3 bulan cuti akhirnya gw bisa nyetok ASIP cukup banyak. Gw bersyukur banget krn diberi rejeki ASI yg cukup utk Indy, dan sejauh ini perkembangan berat badannya cukup baik. Akhirnya gw bisa juga merasakan menyusui anak setelah gagal total menyusui Luna. Semoga Indy bisa mendapatkan haknya akan ASI, dan bisa lulus ASI Eksklusif 6 bulan, ASI+MPASI 1 tahun dan sampai 2 tahun masih menyusu.
Eh taunya Januari 2011 gw hamil. HPHT 25 Desember 2010, sebulan setelahnya udah gak dapet lagi. Curiga sih hamil krn pas masa subur suami sempet kelepasan >.< (gw gak pake KB apapun selain hitungan kalender aja). Tepat di hari gw dilantik promosi jabatan, sehabis itu gw tes pake tespack n yes the result is positive!
Ya, gw mencari banyak sekali ilmu2 menyusui, dan bertekad harus bisa menyusui anak gw eksklusif dan at least bisa S2 (menurut istilahnya). Ketika Indy lahir, hanya IMD singkat (15 menit) yg dilakukan selama gw diobras. Gak sampai saat dia merangkak mencari puting. Malam pertama gak bisa rooming krn gw operasi jam setengah 2 siang, masuk kamar perawatan jam 7 malam, dimana gw gak bisa bergerak semalaman itu. Besok subuh sekitar jam 5 Indy diantar ke kamar untuk disusui. Gw coba menegakkan badan dan menyusui Indy. Luar biasa, Indy langsung bisa menemukan puting dan menghisap dg kuat. Rasanya luar biasa banget, krn gw sangat bahagia, berarti doa gw yg khusus gw panjatkan di sanggah keluarga wkt gw pulang ke Bali pas hamil 3 bulan dikabulkan.
Indy menghisap, hanya sebentar sih, tp dia bisa melekat, itu sdh cukup buat gw krn gw tau ASI gak seketika langsung banyak di hari2 pertama melahirkan, lambung bayi baru lahir sampai berumur 2 hari palingan hanya seukuran gundu kecil. Kebijakan RS juga mendukung ibu untuk menyusui bayinya. Krn Indy lgsg bisa latch on, maka gw gak usah dipijat seram oleh suster. Malam itu untuk pertama kalinya Indy tidur sekamar dengan kami, permintaan rooming-in dibolehkan (di RS rooming-in blm menjadi kewajiban, tapi masih optional). Jadilah selama gw di RS 3 hari, Indy tidur di kamar kami 2 hari.
Oh ya, gw sempet dijadikan contoh oleh suster kamar bayi wkt diberikan pelatihan menyusui untuk ibu2 krn gw rooming-in, sedangkan yg lainnya nggak, mungkin gak tau kalo bisa atau gak minta. Selain itu yg lain kebanyakan masih anak pertama, gw udah anak ke-2, dikira udah pengalaman kali ya, pdhal sih ini sama aja gw belajar lg kayak baru punya anak pertama.
Karena sering dihisap Indy, lama2 PD gw bengkak, krn dia belum banyak minum, sedangkan produksi ASI mulai membanyak. Rasanya, hadeuh...ampun dah. Berasa bawa batu klo gw males pompa, alhasil gw hrs disiplin pompa minimal tiap 6 jam, krn kalo lbh dr itu kudu dimassage dulu, sakit bo. Belum lagi puting akhirnya mulai lecet, yess...akhirnya gw ngalamin juga lecet puting.
Klo gw liat sih posisi udah tepat, tapi gw tanya2 juga temen2 gw yg pny pengalaman menyusui lebih baik dr gw, dan mnrt mereka rata2 awal menyusui emang puting bakal lecet, palingan sekitar 2 minggu baru sembuh. Yawn! Alhasil tiap menyusui Indy, gw meringis menahan sakit. Hal ini sama sekali gak nyaman, saking aja krn gw pengen anak gw minum ASI ya gw tahan2lah rasa sakit itu. Mudah2an Indy mengerti perjuangan mamanya ini..hehehe...
Memang karena pengalaman dahulu yg gak punya persiapan apa2 untuk bisa menyusui, kali ini gw dah siapkan perlengkapan menyusui segera setelah dah boleh belanja2 pas kandungan masuk 7 bulan. Hal pertama yg gw cari adalah pompa ASI, gw beli Medela Swing yg harganya naujubileh itu, krn gw ingin semuanya berjalan lancar sesuai kemauan. Investasi sih ya menurut gw, dulu wkt lahiran Luna gw ga punya pompa jadi merasakan bengkak2 PD pas di RS gak enak bgt, masa dikit2 pinjem pompa sih, kan gak bisa pompa malam hari klo bengkaknya malam.
Kali ini krn gw bawa pompa sendiri, jadi gw bisa pompa kapanpun gw perlu, gak ngandelin pinjaman RS juga. Bagi gw harga mahal pompa gak seberapa dibanding khasiat ASI, investasinya seumur hidup. Kenapa gw pake Swing, krn elektrik dan suaranya gak berisik. Memang sih ktnya pompa pake tangan jauh lebih baik, but well...bisa brp lama wkt yg diperlukan kalo gw pompa pake tangan, palagi gw orgnya letoyan.
Hari ke 2 berat Indy turun, tadinya 3,3 kg jadi 3 kg, dan juga jaundice. Hati gw mencelos krn gw takuuut bgt klo Indy hrs ditambahi sufor, gw takut klo ASI gw gak cukup. Dem! Memang teorinya tidak, tp klo ngalamin sendiri tnyata gw pun berpikiran demikian! Jadi maklum deh sama ibu2 yg panik kuatir ASI kurang dan akhirnya setuju bayinya dikasih sufor. Untung RS tempat gw melahirkan gak begitu, kata dokter normal, besok dicek lagi. Ternyata besoknya berat Indy naik 1 ons jadi 3,1 kg dan bilirubinnya berkurang sedikit tp msh batas toleransi jd boleh pulang. Rasanya gw pengen nangis, brarti ASI gw cukup utk Indy, nyatanya beratnya naik.
Pesan dokter hanya susui lebih sering dan dijemur tiap pagi. Gw masih gak percaya krn gak menyangka ASI gw bisa menambah berat Indy. Sepulang dari RS total gw udah mengumpulkan 3 botol ASI @100cc, hasil perah selama 3 hari di RS. Sekali perah gw dapetin 30cc dari 2 PD, selama belum 24 jam gw satukan jadi 1 botol sampai nyampe 100cc. Selama mompa ini diiringi meringis krn PD lecet, blm ilang sakitnya Indy menyusu lg, gitu terus kiri kanan, sampe ngelupas kulit ujung putingnya T.T pernah hampir berdarah, tp semua gw tahan setahan2nya.
Ketika seminggu kemudian setelah pulang dari RS jadwal kontrol dokter pertama, ternyata berat Indy udah bertambah, masih 3.2kg, belum sampai berat lahirnya, tapi kata dokter gpp, setelah 2 minggu bayi akan mulai bertambah beratnya melebihi berat lahir. Dan memang terbukti demikian, pas gw kontrol dokter lagi utk buka perban, berat Indy udah 3.5kg. Gw seneng banget, berarti ASI gw cukup untuknya. Dan dokter kandungan pun gak meresepkan Molocco (waktu Luna dulu gw diresepkan Molocco wkt kontrol pertama). Kali ini 2x ke dokter kandungan gw selalu bawa Indy, jelas aja, kan dia minum langsung dari gentongnya! Hahaha!
Untuk mempertahankan produksi ASI gw mendisiplinkan diri utk memerah ASI 2x sehari. Gak bisa lebih dari itu. Bukan krn produksi kurang. Tp krn waktunya dah mepet bgt. Ini aja bener2 maksa spy bisa perah 2x sehari. Hari2 berlalu, dan selama 3 bulan cuti akhirnya gw bisa nyetok ASIP cukup banyak. Gw bersyukur banget krn diberi rejeki ASI yg cukup utk Indy, dan sejauh ini perkembangan berat badannya cukup baik. Akhirnya gw bisa juga merasakan menyusui anak setelah gagal total menyusui Luna. Semoga Indy bisa mendapatkan haknya akan ASI, dan bisa lulus ASI Eksklusif 6 bulan, ASI+MPASI 1 tahun dan sampai 2 tahun masih menyusu.
Langganan:
Postingan (Atom)