Selasa, 29 Desember 2009

2010 di depan mata

Gak kerasa dah mau tahun 2010 aja... artinya kira2 dah 9 tahun berlalu sejak gue lulus S1, dah 4 tahun gue jadi PNS yang artinya thn 2010 gue bakal naik pangkat jadi IIIb. Memenuhi syarat buat dapat jabatan eselon IV, hahaha... Berharap kan boleh. Dan juga 1,5 tahun jadi Mama, 2 tahun jadi istri... (hmphhh... yg ini msh menyesakkan sampai sekarang).

Apa pencapaian terbesar gue tahun 2009? Setelah berpikir keras, baru gue menemukan bahwa keberanian gue utk melanjutkan pendidikan S2 adalah pencapaian terbaik gue tahun 2009. Gak mudah sama sekali memutuskan utk lanjutin kuliah lagi. Waktu (terutama), biaya, dan yg jelas niat, hihihi... Niat ini pun disusupi satu hal yang tergolong nyeleneh dan 'error' menurut gue, yaitu biar gue gak perlu sering2 nginep di Depok (berhubung kuliah di hari Sabtu sampai sore). Maaf, tapi sampai sekarang gue masih belum merasa nyaman dan tentram menginap di sana lagi. Masih terselip rasa trauma.


Kejadian penting tahun 2009? Hmm... Karuna genap berumur 1 tahun. Lepas sudah masa bayi menuju toddlerhood. Kini menuju tahap selanjutnya ke umur 3 tahun.


Harapan tahun 2010? Dari segi karir, yah, bolehlah berharap, seperti sudah dibilang, gue mendapat jabatan eselon IV. Gak terlalu napsu amat sebenernya, tapi mengingat beban pekerjaan gue sekarang yang bisa dibilang mengerjakan pekerjaannya eselon IV, kayaknya perlu juga dijadikan definitif! Hehehe...


Kuliah, tentu saja, mudah2an semua mata kuliah teori bisa lulus semuanya dengan nilai yang BAIK (bukan cuma asal lulus, C kan juga lulus). Kalo liat silabus sih, tahun 2010 mestinya udah bisa menyelesaikan teori, tinggal seminar dan tesis aja. Dan tentu saja, SANGGUP terus bayar uang kuliahnya (gak terlalu mahal emang, tp entah kenapa pengeluaran akhir2 ini tergolong besar juga sampai2 susah menyisihkan). Mudah2an gue selalu dilimpahi rejeki sehingga dapat bayar uang kuliah.


Keluarga, berharap Karuna tumbuh sehat, bisa mengunyah makanan (kalo bisa udah mampu makan nasi), bisa ditatur, bisa lepas dari botol, lancar ngomong, melengkapi imunisasi wajib (tinggal DTP+Polio) dan anjuran (MMR, IPD, Hep A).


Dan satu lagi yang paling penting. Sangat ingin papanya Luna mau berkumpul kembali bersama keluarga kecilnya ini, nggak usah memaksakan diri tinggal di rumahnya di sana. Tinggal dimana saja yang penting anak istri sehat dan bahagia itu lebih dari cukup nilainya. Buat apa tinggal di rumah sendiri tapi sama aja tetep nggak punya privacy.


Mudah2an 2010 membawa kebaikan buat gue dan keluarga.

Selasa, 15 Desember 2009

Adat yang patrilineal

Sebagai orang yang dibesarkan oleh orang tua (bokap) berdarah Bali, tentunya gue juga dididik sesuai dengan adat yang kami pegang. Walau gue (kalo istilah di Harry Potter) berdarah campuran dari pihak nyokap. Dari kecil gue lahir, tinggal dan besar di Jakarta (dan Ciledug, bukan Tangerang. Ciledug itu kan Jakarta bukan, Tangerang nggak niat).

Jadi tentang adat istiadat, gue gak terlalu kental mendalami. Tapi tentu saja kami diajarkan untuk hal2 yang basic. Misalnya bikin banten sehari2 seperti segehan dan canang sari dan juga banten rainan Purnama (daksina) dan banten besar untuk hari raya Nyepi, Galungan, Kuningan, etc. Semua upacara dalam kehidupan manusia dalam agama Hindu juga dilaksanakan bagi gue dan saudara2 gue, seperti 3 bulanan, otonan pertama, potong gigi, dll.

Tapi tentu aja, mungkin karena gue besar di rantau dan nyokap yang bukan orang Bali, gue gak terlalu tau makna atau filosofi dari semua upacara2 dan ritual itu. Padahal gue juga dapat pendidikan agama Hindu dari zaman SD sampai kuliah. Dan keluarga gue pun nggak terlalu saklek banget dalam hal adat. Bagi bokap gue, cukup anak2 mengerti dan memahami apa yang baik dan tidak baik dalam agama.

Ketika gue memutuskan menikah dengan seorang yang berasal dari Bali juga, setelah menjalani pacaran selama 6,5 tahun lamanya, tentunya gue menginginkan suami yang bisa membimbing gue dalam hal adat. Berhubung ada testimoni nyokap tentang bagaimana 'kerasnya' masyarakat adat di Bali, gue agak hati2 dalam hal memilih pendamping hidup.


Gue beranggapan suami gue, yang juga lahir dan besar di Jakarta, memiliki pandangan yang sama, setidaknya mendekati, dengan pandangan keluarga gue yang bagi gue cukup moderat. Itulah yang membuat gue memilihnya. Dia orang Bali yang lahir di Jakarta dan tidak dibesarkan di Bali, yang tumbuh di lingkungan yang heterogen di Jakarta, namun keluarganya tetap memegang pakem adat, yang gue harap, sekali lagi, berwawasan modern dan moderat. Gue ingin belajar bagaimana menjadi orang Bali yang seutuhnya namun tetap dinamis. Memang bagi orang Bali masyarakat adat dan keluarga itu penting banget.

Sesuai adat Bali, perempuan yang sudah menikah akan ikut dengan keluarga suaminya. Karena di awal2 pernikahan gue dan suami belum punya rumah (rumah sedang dibangun) maka gue dan suami tinggal pindah2 dari rumah ortu gue ke rumah ortu dia. Terus terang aja gue gak bisa sama sekali bayangin kalo gue harus terus menerus tinggal di rumah mertua (no offense, kalo papa baca ini). Bagaimanapun lebih enak tinggal di rumah sendiri (juga rumah ortu sendiri) daripada tinggal di rumah mertua (SIAPA YANG GAK SETUJU KALIMAT INI, TUNJUK TANGAN!).


Tentu saja gue harus menyesuaikan diri dengan kebiasaan di rumah ortu suami. Untung gue orangnya termasuk orang yang gampang menyesuaikan diri, meski sedikit aneh, tapi bagi gue it's fine. Walau jujur saja (dan kita semua pasti juga merasakan) ada beberapa kebiasaan yang 'enggak banget' di mata gue (gak perlu gue perjelas ya).


Gue juga menjalani kehamilan dengan berpindah2 rumah ini. Sedikit capek, tapi yang gue senangi dari daerah Depok rumah mertua gue ini adalah deket dg stasiun KA! Seneng banget deh, jam 4 teng kabur dari kantor, jam 4.30 naik kereta, jam 5an dah sampe Depok Baru. Beda banget sama waktu pulang ke rumah ortu gue.


Ketika gue habis melahirkan harus pulang ke rumah mertua atas nama adat (karena ari2 Luna ditanam di sana) tentu saja gue berontak. Hal ini gak pernah terpikir di otak gue karena gue dibiasakan lebih mendahulukan keselamatan dan kesehatan dibanding yang lain. Adat mestinya gak sekaku ini. (See my blog here, here and here). Sayangnya (IMHO) papa terlalu kaku dalam hal adat, yang menurut gue dimengerti secara salah. Belum lagi my mom in law yang juga turut 'menasihati' (note that I use quote mark here, hehe, so you know what I mean). Bener2 tidak tahan!


Gimana akhirnya gue gagal ASIX, mendapati diri gue yang nyaris depresi (karena ketidaksiapan mempunyai anak? Mungkin yang benar ketidaksiapan menghadapi bagaimana rasanya baru punya bayi yang siang tidur gak nyenyak malam melek maunya digendong while no help at all from my in law). Saat itu bener2 gue sangat rindu untuk kembali ke rumah orang tua, karena yang ada di bayangan gue adalah, ortu gue akan bersedia begadang ikut menggendong Luna sementara gue bisa tidur memulihkan stamina yang baru melahirkan secara SC).


Perbedaan ini masih terjadi sampai sekarang. Gue dengan sudut pandangku sendiri dan papa dengan sudut pandangnya sendiri juga. Maka kembali mengingat status yang beberapa hari lalu gue tulis di FB gue :Mengalah untuk hal yang baik oke, tapi kalo mengalah malah mengakibatkan hal2 yang tidak diinginkan, NO WAY!


Maka, gue bersyukur sekali ortuku mendidikku untuk melakukan apapun perhatikan kepentingan yang lebih besar (dalam hal ini anak). Jadi, memang gue terus terang saja memprioritaskan Luna ketimbang papanya. Katakan gue egois, tapi yang gue lakukan sudah dipikirkan dengan pertimbangan. Bahwa gue menitipkan anak gue di ortu gue dengan resiko tinggal terpisah dari papanya ketimbang tinggal di rumah kami, berkumpul bersama, tapi di siang hari anak sama ART.

Jatuh lagi!

Minggu lalu gue cuti 3 hari karena omanya Luna pulang ke Bali. Jadi gue mengasuh dia dibantu 2 ART, yg 1 ART rumah yg 1 lagi nanny. Emang bener2 anak gue ini super lasak sekali. Larinya dah cepet banget, gak bisa liat pintu keluar terbuka dikit aja, atau dia bakal lari ke depan mau ke teras (kalo lolos biasanya dia marani kolam teratai buat ngobok2 airnya, hahaha! Pernah juga sepatu pekaknya mampir ke kolam karena dicemplungin Luna, akibatnya sekarang pekak tertib menaruh sepatu pada tempatnya!).

Terus terang aja bisa dibilang kalo gue mesti jaga Luna sendirian di rumah, nggak sanggup. Kecuali gue gak bikin makanan, gak ke KM, gak melakukan aktivitas lainnya sama sekali kecuali hanya menemaninya. Pernah gue coba mau masak mi sementara dia ditaro di crib nya. Yang ada teriak2 sampai nangis kenceng minta keluar kandang. Maka sejak itu gue gak pernah ninggalin dia di crib sendiri, kecuali ikut duduk di sampingnya sambil nonton tv. Sekarang aja bisa dibilang gue sama sekali gak punya me time. Anak ini tergolong unik, emang bener2 harus ditongkrongi setiap saat setiap waktu. Soalnya kalo gak ditunggui, bisa aja dia melakukan aktivitas mencurigakan yang membahayakan dirinya.


Hari Rabu lalu, hari terakhir gue cuti, Luna jatuh. Sebenernya peristiwa Luna jatuh makin sering intensitasnya akhir2 ini sejak dia dah bisa berjalan dan berlari2. Waktu kecil, masih belajar tengkurep dan guling2 malah nggak pernah sama sekali. Tapi kejadian kemarin cukup bikin gue trauma dan perih ngilu.


Seperti biasa kalo sore2 ART ngepel lantai dan bawa ember pelnya. Luna paling seneng ngubek2 air ini, yang tentu aja dia lakukan kalo lepas dari perhatian kami. Buru2 gue kejar, dan dia makin lari, ke arah lantai yang baru dipel. Langsung aja dia kepleset jatuh, tepat kena di kepala belakangnya. Huhuhuhuhu!!!! Luna menjerit keras sekali, mungkin karena sakit dan kaget. Spontan langsung gue gendong dia, mau nangis rasanya dah gak bisa. Gue nyesel sekali kenapa gue ceroboh jagain anak gue sendiri, gue takut sesuatu yang buruk terjadi padanya.

Bokap gue (pekaknya Luna) dah pulang kantor saat itu, lagi membaca koran. Luna trus digendong pekak, dan kemudian dia mulai diam cemberut. Akhirnya diajak naik mobil biar dia ceria lagi. Gak lama kemudian dia dah ketawa2 lagi. Sampai malam gak ada tanda2 akibat buruk karena jatuh, misalnya muntah, lemas. Malah tumben2an minumnya cukup banyak malam itu, sampai 3 botol x 100 cc. Biasanya paling pol 2 botol. Tapi gue masih tetep kuatir, sampai sekarang. Padahal udah lewat hampir seminggu.


Gara2 gue menyaksikan Luna jatuh kemarin, bisa dibilang gue sekarang parno banget, dan cenderung protektif sama dia. Lari2 dikit langsung gue kejar, pokoknya gue terus menerus membayangi dia kemanapun pergi. Dia senengnya kalo lari2 lalu manjat naik kursi di depan tivi, sambil ketawa2 kalo dah berhasil naik. Nggak tau kalo mamanya mau copot jantungnya kuatir dia jatuh!


Trus waktu itu pernah kepergok bokap gue sedang manjat patung gajah buat naik teralis jendela kamar tamu! Sekarang lagi demen muter2 kayak gasing, kadang dilakukan jelang jam tidur, yang gue tau dia dah ngantuk sebenernya tp masih seneng main. Duh duh... Pokoknya bener2 deh anak mama ini.

Kamis, 10 Desember 2009

Full time mom or working mom

Kenapa gue memutuskan menjadi working mom? Sejak dulu gue sudah didoktrin sama nyokap bahwa apapun yang terjadi gue harus bisa mempunyai penghasilan sendiri, tidak cuma mengandalkan suami ketika berumah tangga. Alasan nyokap, bisa mencari penghasilan sendiri merupakan poin plus seorang perempuan. Mau usaha sendiri atau bekerja pada orang lain sebagai karyawan, yang penting bisa cari nafkah sendiri.

Pertama kali gue kerja setelah nganggur 9 bulan setelah lulus kuliah, di perusahaan konsultan kecil2an. Di sini gue lumayan bertahan lama, hampir 4 tahun, walaupun di sini bisa dibilang gue nyaris nombok tiap bulan (masih mengandalkan tambahan uang saku dari ortu). Untungnya akhirnya gue diterima sebagai PNS di instansi pusat. Bedanya, bagaikan langit dan sumur, terutama dari segi penghasilan, fleksibilitas waktu kerja, lingkungan kerja. Sisi positif dari pengalaman gue kerja 4 tahun itu adalah gue terbiasa melakukan tugas secara cepat, beda sama di instansi yang birokrasinya tergolong lamban.


Terus terang aja, gak kepikir di otak gue bahwa gue akan mengikuti jejak bokap gue sebagai PNS. Dulu gue sama sekali gak mau jadi PNS, maunya jadi pekerja di BUMN. Pacar gue lah (sekarang papanya Luna) yang memberi tahu sisi positifnya jadi PNS, yaitu waktu yang fleksibel dan relatif mudah minta ijin jika diperlukan, apalagi kalo dah berkeluarga dan ada kepentingan yang mendesak.


Alasan terakhir ini yang membuat gue mendaftar jadi PNS. Dan memang harus diakui, dulu di kantor lama susah banget yang namanya izin, boro2 gak masuk, keluar ke bank aja saklek harus jam istirahat. Memang perusahaan kecil dan pribadi, jadi segala urusan tergantung maunya si atasan tunggal aja. Bahkan THR terakhir gue aja gak dikasih, karena si bos marah gara2 gue bilang mau resign karena keterima jadi PNS.

Setelah gue berkeluarga dan punya anak, harus diakui kantor (tepatnya atasan) sangat memaklumi kondisi gue. Berkali2 gue sering dipanggil pulang sama nyokap karena di rumah Luna gak mau minum susu (awal2 gue masuk kerja setelah cuti melahirkan). Kadang juga gue izin pulang cepat untuk mengantar dia imunisasi ke dokter.

Gue sangat bersyukur bahwa gue masih bisa bekerja di luar rumah mencari nafkah dan masih ada orang tua yang bisa dititipi merawat anak. Dan juga fleksibelnya tempat kerja dengan kondisi gue. Walaupun demikian gue berusaha tetap profesional, sebisa mungkin gue menyelesaikan semua tugas yang diberikan kepada gue. Dulu waktu masih gadis gue sering tugas keluar kota, sekarang bisa dibilang gue nyaris sama sekali gak pernah tugas keluar kota. Semuanya karena anak.

Apakah gue ingin menjadi full time mom? Siapa sih yang gak ingin? Gue jelas ingin bisa menemani anak gue sepanjang hari, melihatnya tumbuh besar dan punya kemampuan baru. Gue bisa memahami kegundahan ibu2 yang sudah tinggal terpisah dari orang tua (tinggal di rumah sendiri) tapi masih sama2 bekerja sehingga anak terpaksa dititipkan ke ART/BS. Maka akhirnya memutuskan jadi FTM. Suatu keputusan yang berat, jelas, karena terbiasa tidak tergantung pada orang lain (suami) dalam hal mencari penghasilan. Hal ini yang dulu dilakukan oleh nyokap gue. Tentunya lebih plong merawat sendiri anak di rumah daripada nitip ke pengasuh.

Akhirnya gue memilih tetap bekerja, karena gue merasa pekerjaan ini, yang gue peroleh dengan susah payah, sia2 jika tidak dimanfaatkan. Orang tua gue masih sehat untuk bisa dititipi anak. Sementara memang terpaksa masih numpang di rumah orang tua gue, walaupun kami sudah memiliki rumah sendiri, karena supaya lebih mudah dalam menitipkan Luna.

Selasa, 08 Desember 2009

Bebas pilek

Akhirnya pilek Luna mereda juga setelah hampir sebulan sembuh-kambuh mulu, yang bikin gue gak tenang idup, hehehe. Gue cuma kasih triaminic aja, tapi kan gak bisa terus2an dikasi obat. Antara panik dan putus asa gue olesin balsem transpulmin aja di bawah hidungnya. Kalo diolesin ke badan kayaknya nggak pengaruh. Semalam bisa 2-3x gue kasih, dan kalo siang hari gue kasih pas abis mandi pagi dan sore.

Rupanya cukup membantu, ingusnya keluar terus menerus, dan akhirnya habis. Sekarang Luna dah gak pilek lagi. Duh, senangnya... walau tetep aja masih angot2an kalo dikasih minum, tapi paling nggak dia udah sembuh, jadi makanan yang diberikan bisa dipakai untuk pertumbuhan, bukan buat ngelawan bibit penyakit. Terbukti sejak sembuh rasanya kalo gue gendong sekarang Luna makin berat aja. Mungkin ngejar ketinggalan kali ya. Terima kasih ya ISHW...

Kamis, 03 Desember 2009

Curhat tentang wartawan

Beberapa hari ini gue lumayan sebel banget sama beberapa oknum pers yang sering datang ke kantor gue.

Gue memang bekerja di Bagian Humas, yang diantara tugas2nya mengundang kehadiran media massa untuk meliput kegiatan kantor, terutama kegiatan menteri. Dan kebijakan di kantor gue, untuk setiap peliputan disediakan ongkos pengganti transport. Akhir2 ini, untuk lebih menggiatkan pemuatan berita, ditambah dengan honor pemuatan berita.


Oh iya, perlu gue beritahukan bahwa yang sama sekali tidak pernah mau menerima seluruh pemberian ini cuma wartawan dari Kompas, Koran Tempo dan Trans Corp (gue sebutkan aja namanya di sini, kan berarti kredibilitas mereka memang gak usah diragukan lagi). Selebihnya, mau menerima. Walau ada juga beberapa orang yang tidak mau menerima, tetapi temannya yang berasal dari media yang sama mau menerima.


Nah, sejak ada 'kebijakan' pemberian honor pemuatan berita ini, ada aja beberapa oknum yang gue tau kalo diundang sering datangnya terlambat (menteri udah pergi dia baru datang), bikin beritanya copy paste dari website atau dari Antara, dia klaim transport, dan juga klaim biaya pemuatan berita. Dah gitu ngasih bukti korannya terlambat lagi. Ngeyel pula. Aduh... sebel banget deh sama orang model2 begini. Maaf ya, kawanan ini, (berasal dari 3 media massa) semua wanita (ibu2 tepatnya) dan berbusana muslim (bukan maksud SARA ya). Gue tau medianya 'tidak ternama', inisalnya koran "P", koran "T" dan satu lagi medianya cukup mempunyai 'nama' dengan embel2 bidang ekonomi.


Kalo yang gue maksud dengan rewel dan ngeyel ini, yang berasal dari media yang terakhir. Si ibu dah cukup berumur, usia di atas 40 tahun, cerewetnya bukan kepalang... ya ampun. Kemarin saking kesalnya gue sampai bilang "Ya udah, kalo Bunda (panggilannya dia) mau ambil, nggak mau ya udah." karena dia ngotot minta ganti transport waktu ada acara menteri, padahal datangnya terlambat dari jadwal yang diberitahukan sebelumnya. Akhirnya sih dia tanda tangan kwitansinya.


Gue pribadi sebenernya gak pernah setuju dengan kebijakan demikian. Gak heran kalo ada yang bilang wartawan amplop. Mereka (tentunya para oknum ini) kalo gak dikasih ganti transport, ya ampun... kitanya dikejar2 kayak punya utang aja. Padahal gak ada yang bodrek lho. Amit2 banget deh...

Report 16 Bulan

Dah lama banget ga nulis di sini, ga sempet. Sekarang dah keasikan main Farm Ville di kala istirahat, malah suka nyolong2 jam kerja (hahaha... don't try this at home!. Lumayanlah, tombo suntuk.

Abis sekarang MP diblok di kantor. Gw blom sempet ngomong ama bagian jaringan biar blokir ini dibatalkan. Jadi kegiatan gue selain kerja ya cuma mainan FV. 
Sampai2 blom bikin review 4 bulanan Luna, hal yang dulu biasanya gue tulis. Banyak ide ada di kepala buat bikin tulisan2 tapi kayaknya kok keburu2 mulu ya, blum lagi karena kuliah jadi mesti sempet2in belajar.

Luna udah mahir berlari, juga memanjat. Bicara masih blum banyak, masih gak jelas, belum bisa ungkapin keinginannya. Kalo dia mau seuatu cuma bilang "uh... uh..." sambil nunjuk2, yang kalo kita gak ngerti dia bisa menjerit trus nangis. Misalnya kalo haus, dia rewel ga jelas gitu. Trus pas gue mo bikin susu (krn emang waktunya minum, selama ini gue cuma mengira2 aja kapan mau ngasih minum, karena dia sering gak mau minum di kala sadar), dia nunjuk2 gak sabar, berarti haus. Begitu dikasih langsung mau mangap (padahal biasanya nggak) trus cepet abis.


Senang memperhatikan kegiatan yang dilakukan orang lain dengan seksama. ART ngepel, dia tiru dg bawa2 lemeknya diseret2, trus dilapin ke lantai. Hahaha! Sekarang malah sukanya bawa gelas trus dia taro di dispenser. Untungnya baru tau air dingin doang.


Hmm... apa lagi ya... kayaknya gw harus segera menyelesaikan kerjaan gue nih.